Selamat datang di Kawasan Penyair Nusantara Kalimantan Timur. Terima kasih atas kunjungan Anda.

Jumat, 03 Juni 2011

Roedy Haryo Widjono AMZ



Roedy Haryo Widjono AMZ, lahir di Solo, Jawa Tengah, 5 Juli 1958. Pegiat Komunitas Studi Silang Budaya dan Direktur Nomaden Institute for Cross-Cultural Studies. Kini bermukim di Samarinda.

Beberapa buku yang pernah ditulis: Masyarakat Dayak Menatap Hari Esok (1998), Agenda Reformasi: Menata Kembali Hubungan Negara dan Masyarakat Adat (1998), Revitalisasi Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam (2000), Prahara Budaya dalam Eksploitasi Sumber Daya Alam: Refleksi Peradaban Komunitas Adat di Borneo (2002). Belian, Tradisi yang Hilang dari Peradaban Masa Silam (2009). Menguak Tabir Meta Kuliner dalam Perspektif Kosmologi Dayak (2010)

Buku kumpulan puisinya yang telah terbit: Catatan Belantara (1989), Lelaki Penunggang Gelombang (1997), Negeri Bara Api (2000). Sedangkan kumpulan Puisi ”Kesaksian Lelaki Penghibur” ditulis tatkala berziarah ke pelbagai negeri yang dikunjunginya. Alamat surat elektronik: dewatuak@gmail.com
Alamat Surat : Jl. Bukit Barisan RT. 38, No. 5, Samarinda, 75122, Kalimantan Timur
Alamat Email : dewatuak@gmail.com
Nomor HP : 0813 4633 9134

PENAKLUK MALAM

Meski malam belum jua larut, lelaki itu mulai terseok menyeret bayangan tubuhnya yang lusuh.
Namun ia pantang surut menyusur jalan yang tak berujung kepastian

Angin malam menikam tengkuknya.
Maka ia terpaksa berhenti sejenak, tepat di sebuah tikungan lorong buntu,
lalu tengadah ke langit kelam.
Matanya kuyup lantaran tak menemukan pertanda kemana lagi musti melangkah.
Bibirnya kelu karena tak paham kepada siapa musti berujar tentang nafas hatinya yang kian tersengal.

Malam kian renta.
Bayangan tubuhnya mulai mengeluh karena rembulan alpa teteskan sinar di relung jiwanya
yang gusar memikul beban langit mendung.

Embun dini hari mulai meremas rambutnya hingga membuat ngilu jiwanya.
Semalam ia tertindas kuasa kegelapan dan musti mengubur bayangan tubuhnya
di emperan trotoar subuh.
Lelaki penakluk malam, takluk oleh malam.

Samarinda, 2011


HIKAYAT KEMATIAN TIKUS

Sudah kubilang, kalau mau melintas jalan di riuh kota
tengok kanan-kiri dulu, kalau sudah sepi barulah menyeberang dengan seksama.

Bukankah juga sudah kubilang, lalu-lintas di negeri ini semakin tidak beradab.
Tak ada yang mau mengalah, rasa sabar sudah dikunyah kekuasaan
semua merasa empunya jalan.
Main serobot sembarangan, klakson keras berbunyi membuat kaget orang jantungan
Itu sudah biasa di negeri yang konon mahsyur amat santun.
Kalau ditegur malah marah, lalu matanya melotot menyambar dengan geliat rasa amuk.

Aku tahu, niatmu baik.
Ketika senja baru saja beranjak dari peraduan,
engkau bergegas menyeberang jalan dari Rumah Sakit Tentara
menuju gereja Katedral. Jalan raya itu namanya Jendral Sudirman.

Sebenarnya bila engkau berhasil menyeberang,
lalu menyusur parit yang penuh genangan sampah plastik,
pastilah engkau akan tiba di gudang beras,
tepat di sudut kiri dapur pastoran yang pintunya selalu tak terkunci.
Aku faham, mengerat karung plastik, berjuang menemukan butiran beras,
adalah usaha terakhir yang harus kau perbuat, karena tak ada pilihan.

Mencari kerja semakin sulit, maka engkau terpaksa melakukannya
sekalipun tahu, Padri tua berujar dosa, tapi engkau memang harus menjalani takdir.
Riwayat telah menggoreskan kehendak, engkau wafat di jalan Jendral Sudirman,
saat rembang petang seiring bunyi lonceng gereja.

Mayatmu yang terburai di aspal jalan, tak sekalipun ditoleh para jemaat.
Begitulah garis hidupmu, digilas kejamnya lalu-lintas yang tak beradab.
Semoga surga menyisakan tempat untukmu.

Samarinda, 2011


RIWAYAT MALAM

Gelap merayap dalam hening malam tanpa rasa,
menyusup di relung semesta ketika senja bergegas pulang ke pelabuhan waktu.

Gumpalan awan teronggok diam di langit tanpa bayang bintang.
Sunyi menikam anganku dalam renung takut yang menderu, sebab gelap terus berkelindan
seraya melambaikan dingin yang bersekutu dengan rintih satwa malam.

Jejak waktu serasa tak beranjak.
Betapa lama menanti kesaksian embun,
hingga penantian kian rapuh didera letih.

Gelap tertidur lelap di rahim malam.
Mustikah aku letih mencintaimu
ketika gelap takluk pada embun dini hari.

Samarinda, 2011


GERIMIS PAGI

Tadi kulihat, Pagi tersipu malu karena hujan mengganggunya dengan rintik gerimis.
Jemari hujan yang nakal terasa menggelitik hatinya,
membuat pipi Pagi kian lembab dikepung mendung.

Pagi semakin gusar, karena kemarin hujan sudah mencakar tubuhnya
hingga membekaskan bilur merah yang perih oleh gigil dingin.

Dalam rasa gelisah yang membatu,
kakaknya Siang malah lelap tertidur, sebab Matahari enggan menggeliat.
Pagi hanya bisa berharap, agar hujan yang naksir dirinya tak tambah marah karena kasihnya tak sampai.

Sebab bila ia marah, cengkeraman jemarinya akan menggenangi kota.
Kalau sudah begitu, ia kian emosional, melabrak apa saja, merendam apa saja,
tak peduli itu rumah Allah.

Pagi kian cemas bila hujan memanggil temannya: angin dan petir.
Karena keduanya lebih menakutkan dari Mak Lampir.

Begitulah temperamen hujan bila mencari perhatian agar cintanya pada Pagi diterima.
Namus justru Pagi kian ketakutan karena cinta yang tak tulus
niscaya membawa petaka bagi adiknya si bungsu Malam.


Samarinda, 2011

Minggu, 27 Maret 2011

Korrie Layun Rampan


Korrie Layun Rampan dilahirkan di Samarinda, Kalimantan Timur, 17 Agustus 1953. Ayahnya bernama Paulus Rampan dan ibunya bernama Martha Renihay- Edau Rampan. Korrie telah menikah dengan Hernawati K.L. Rampan, S.Pd. Dari pernikahannya itu Korrie dikarunia enam orang anak.
Alamat : Karang Rejo, RT III Kampung Sendawar Kecamatan Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur 75576 Kotak Pos 99 Barong Tongkok.
Telepon : 081520936757
Faksimile : (0545) 41278, 41501

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN:

Semasa muda, Korrie lama tinggal di Yogyakarta. Di kota itu pula ia berkuliah. Sambil kuliah, ia aktif dalam kegiatan sastra. Ia bergabung dengan Persada Studi Klub-- sebuah klub sastra-- yang diasuh penyair Umbu Landu Paranggi. Di dalam grup ini telah lahir sejumlah sastrawan ternama, seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi A.G., Achmad Munif, Arwan Tuti Artha, Suyono Achmad Suhadi, R.S. Rudhatan, Ragil Suwarna Pragolapati, Teguh Ranusastra Asmara, Iman Budhi Santosa, Suminto A. Sayuti, Naning Indratni, Sri Setya Rahayu Suhardi, Slamet Riyadi, Sutirman Eka Ardhana, B. Priyono Sudiono, Saiff Bakham, Agus Dermawan T., Slamet Kuntohaditomo, Yudhistira A.N.M. Massardi, Darwis Khudori, Jabrohim, Sujarwanto, Gunoto Saparie, dan Joko S, Passandaran.

LATAR BELAKANG PEKERJAAN:

Pengalaman bekerja Korrie dimulai ketika pada 1978 ia bekerja di Jakarta sebagai wartawan dan editor buku untuk sejumlah penerbit. Kemudian, ia menjadi penyiar di RRI dan TVRI Studio Pusat, Jakarta, mengajar, dan menjabat Direktur Keuangan merangkap Redaktur Pelaksana Majalah Sarinah, Jakarta. Sejak Maret 2001 menjadi Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Koran Sentawar Pos yang terbit di Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Di samping itu, ia juga mengajar di Universitas Sendawar, Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Dalam Pemilu 2004 ia sempat duduk sebagai anggota Panwaslu Kabupaten Kutai Barat, tetapi kemudian mengundurkan diri karena mengikuti pencalegan. Oleh konstituen, ia dipercayakan mewakili rakyat di DPRD Kabupaten Kutai Barat periode 2004-2009. Di legeslatif itu Korrie menjabat sebagai Ketua Komisi I. Meskipun telah menjadi angota DPRD, Korrie tetap aktif menulis karena tugasnya sebagai jurnalis dan duta budaya. Pekerjaan itu pula yang menjadikan Korri kini bolak-balik Kutai Barat--Jakarta. Bahkan, ia sering berkeliling ke berbagai daerah di tanah air dan melawat ke berbagai negara di dunia.

LATAR BELAKANG KESASTRAAN / KEBAHASAAN:

Sebagai sastrawan, Korrie dikenal sebagai sastrawan yang kreatif. Berbagai karya telah ditulisnya, seperti novel, cerpen, puisi, cerita anak, dan esai. Ia juga menerjemahkan sekitar seratus judul buku cerita anak dan puluhan judul cerita pendek dari para cerpenis dunia, seperti Leo Tolstoy, Knut Hamsun, Anton Chekov, O'Henry, dan Luigi Pirandello.
Novelnya, antara lain, Upacara dan Api Awan Asap meraih hadiah Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1976 dan 1998. Beberapa cerpen, esai, resensi buku, cerita film, dan karya jurnalistiknya mendapat hadiah dari berbagai sayembara. Beberapa cerita anak yang ditulisnya ada yang mendapat hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Cuaca di Atas Gunung dan Lembah (1985) dan Manusia Langit (1997). Selain itu, sejumlah bukunya dijadikan bacaan utama dan referensi di tingkat SD, SLTP, SMU, dan perguruan tinggi.

KARYA:
a. Novel
1. Upacara, Pustaka Jaya, 1976
2. Api Awan Asap, Grasindo, 1999
3. Wanita di Jantung Jakarta, Grasindo, 2000
4. Perawan, Balai Pustaka, 2000
5. Bunga, Grasindo, 2002
6. Lingkaran Kabut, Grasindo, 2002
7. Sendawar, diterbitkan sebagai cerber di Tabloid Nova, 2003
b.Cerpen
1. Malam Putih, PD Mataram, 1978, Balai Pustaka, 1981
2. Kekasih, Nusa Indah, 1982
3. Perjalanan Guru Sejarah, Bahtera, 1983
4. Matahari Makin Memanjang, Bahtera, 1985
5. Perhiasan Bumi, Bahtera, 1985
6. Perhiasan Bulan, Nusa Indah, 1988
7. Ratapan, Balai Pustaka, 1989
8. Perhiasan Matahari, Balai Pustaka, 1991
9. Hitam, Balai Pustaka, 1993
10. Tak Alang Kepalang, Balai Pustaka, 1993
11. Rawa, Indonesia Tera, 2000
12. Tarian Gantar, Indonesia Tera, 2002
13. Tamiang Layang, Lagu dari Negeri Cahaya, Balai Pustaka, 2002
14. Acuh Tak Acuh, Jendela, 2003
15. Wahai, Gramedia, 2003
16. Riam, Gita Nagari, 2003
17. Perjalanan ke Negeri Damai, Grasindo, 2003
18. Teluk Wengkay, Kompas, 2003
19. Percintaan Angin, Gramedia, 2003
20. Melintasi Malam, Gramedia, 2003
21. Sayu, Grasindo, 2004
22. Wanita Konglomerat, Balai Pustaka, 2005
23. Nyanyian Lara, Balai Pustaka, 2005
24. Rindu, Mahatari, 2005
25. Kayu Naga, Grasindo, 2005
26. Bentas Babay, Grasindo
27. Penari dari Rinding, Grasindo
28. Dongeng Angin Belalang, Grasindo
29. Kejam, Grasindo
30. Daun-Daun Bulan Mei, Kompas
31. Senyum yang Kekal, Kompas
c. Kumpulan Puisi
1. Matahari Pingsan di Ubun-Ubun, Walikota Samarinda, 1974
2. Putih! Putih! Putih! (bersama Gunoto Saparie) Yogyakarta, 1976
3. Sawan, Yayasan Indonesia, 1978
4. Suara Kesunyian, Budaya Jaya, 1981
5. Nyanyian Kekasih, Nur Cahaya, 1981
6. Nyanyian Ibadah, PD Lukman, 1985
7. Undangan Sahabat Rohani, Yogya, 1991
d. Esai dan Kritik Sastra
1. Puisi Indonesia Kini: Sebuah Perkenalan, Nur Cahaya, 1980
2. Cerita Pendek Indonesia Mutakhir: Sebuah Pembicaraan, Nur Cahaya, 1982
3. Perjalanan Sastra Indonesia, Gunung Jati, 1983
4. Suara Pancaran Sastra, Yayasan Arus, 1984
5. Kesusastraan Tanpa Kehadiran Sastra, Yayasan Arus, 1984
6. Puisi Indonesia Hari Ini: Sebuah Kritik, Yayasan Arus, 1984
7. Jejak Langkah Sastra Indonesia, Nusa Indah, 1986
8. Apresiasi Cerita Pendek 1, Cerpenis Wanita, Nusa Indah, 1991
9. Apresiasi Cerita Pendek 2, Cerpenis Pria, Nusa Indah, 1991
10. Wanita Penyair Indonesia, Balai Pustaka, 1997
11. Tokoh-Tokoh Cerita Pendek Dunia, Grasindo, 2005
e. Antologi yang memuat karya Korrie
1. Bulaksumur-Malioboro ( Halim HD, ed), Dema UGM, 1975
2. Laut Biru Langit Biru ( Ajip Rosidi, ed), Pustaka Jaya, 1977
3. Cerpen Indonesia Mutakhir ( Pamusuk Eneste, ed), Gramedia, 1983
4. Cerita Pendek Indonesia IV (Satyagraha Hoerip, ed), Gramedia, 1986
5. Tonggak 4 (Linus Suryadi A.G., ed), Gramedia, 1987
6. Cerpen-Cerpen Nusantara ( Suratman Markasan, ed) Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1992
7. Wanita Budaya Sastra (I.B. Putra Yadnya, ed), Udayana, 1992
8. Limau Walikota (M. Shoim Anwar, ed), Gaya Masa, 1993
9. Trisno Sumardjo Pejuang Kesenian Indonesia ( Korrie Layun Rampan,ed), Yayasan Arus, 1985
10. Iwan Simatupang Pembaharu Sastra Indonesia (Korrie Layun Rampan, ed), Yayasan Arus, 1985
11. Dari Negeri Poci 2 ( F. Rahardi), 1994
12. Trotoar (Wowok Hesti Prabowo, dkk., ed), KSI, 1996
13. Antologi Puisi Indonesia 1997(Slamet Sukirnanto, dkk., ed), Angkasa, 1997
14. Jakarta dalam Puisi Mutakhir (Korrie Layun Rampan, dkk., ed), Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2000
15. Sumber Terpilih Sejarah Sastra Indonesia Abad XX ( E.Ulrich Kratz, ed), KPG, 2000
16. Nyanyian Integrasi Bangsa (Korrie Layun Rampan, ed), Balai Pustaka, 2000
17. Dari Fansuri ke Handayani (Taufiq Ismail, dkk., ed), Horison, 2001
18. Pembisik ( Ahmadun Yosi Herfanda, ed), Republika, 2002
19. Horison Sastra Indonesia 2 Kitab Cerita Pendek ( Taufiq Ismail, ed), Horison, 2002
20. Dua Kelamin bagi Midin ( Seno Gumira Ajidarma, ed), Kompas, 2003
21. Matahari Sabana ( Korrie Layun Rampan, ed), Nur Cahaya
22. Angkatan Sastra Sesudah Angkatan 66 (Angkatan 70 Atawa Angkatan 80) dalam Sastra Indonesia
f. Antologi Sastra (Nonkarya)
1. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia, Grasindo, 2000
2. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (Buku II), Grasindo
3. Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (Buku III), Grasindo
4. Kembang Mayang, Klub Cinta Baca Indonesia, 2000
5. Dunia Perempuan: Antologi Cerita Pendek Wanita Cerpenis Indonesia, Bentang, 2002
6. Ungu: Antologi Puisi Wanita Penyair Indonesia, Indonesia Tera
g. Buku Teks dan Kamus
1. Dasar-Dasar Penulisan Cerita Pendek, Nusa Indah, 1995
2. Aliran Jenis Cerita Pendek, Nusa Indah, 1995, Balai Pustaka, 1999
3. A.B.J. Tengker (biografi), Sinar Harapan, 1999
4. Leksikon Susastra Indonesia, Balai Pustaka, 2000
5. Sejarah Sentawar (studi sejarah lokal), Pemkab Kubar, 2002
6. Lamin Ditinjau dari Sudut Sosiologi dan Antropologi Budaya (kajian sosiologis dan antropologis), Pemkab Kubar, 2003
7. Sejarah Perjuangan Rakyat Kutai Barat, Pemkab Kubar
h. Cerita Anak (Prosa dan Puisi)
1. Pengembaraan Tonsa si Posa, Sinar Harapan, 1981
2. Nyanyian Tanah Air, Cypress, 1981
3. Nyanyian Nusantara, Bahtera Jaya,
4. Lagu Rumpun Bambu, Cypress, 1983
5. Sungai, Cypress, 1985
6. Pohon-Pohon Raksasa di Rimba Raya, Cypress, 1985
7. Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, Cypress, 1985
8. Tokoh-Tokoh Terkemuka dari Kalimantan, 1994
9. Nyanyian Pohon Palma, 1994
10. Namaku Paku, 1994
11. Pohon-Pohon Raksasa di Rimba Nusantara, Balai Pustaka, 1995
12. Mulawarman dan 29 Tokoh Terkemuka Kalimantan, 1996
13. Aku untuk Hiasan, 1996
14. Keluarga Kura-Kura dan Penyu, 1996
15. Manusia Langit, Balai Pustaka, 1997
16. Namaku Kakatua, 1996
17. Namaku Ikan, 1996
18. Namaku Udang, 1996
19. Asal-Usul Api, Pusat Bahasa, 2002
20. Asal-Usul Pesut, Balai Pustaka, 2005
21. Kerapu dan 29 Jenis Ikan Laut Lainnya
22. Namaku Ular
23. Liur Emas
24. Lagu Semanis Madu
25. Namaku Rusa
26. Bertamasya ke Batavia
27. Namaku Burung
28. Namaku Ikan Hias
29. Namaku Durian
30. Durian Raja Segala Buah
31. Namaku Semangka,
32. Namaku Nangka dan Cempedak
33. Namaku Tumbuhan Langka
34. Arapaima Bersama 39 Ikan Cantik Air Tawar, 1997
35. Cenderawasih Emas, 1997

Penghargaan:
Karena kreatifitasnya dalam berkarya, Korrie Layun Rampan banyak memperoleh hadiah dan penghargaan. Berikut ini, antara lain, hadiah dan penghargaan yang telah diterima Korrie Layun Rampan.
1. Hadiah Lomba Penulisan Puisi IKIP Samarinda, 1969
2. Hadiah Penulisan Resensi Buku Tifa Sastra UI
3. Hadiah Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta untuk novel Upacara sebagai pemenang utama, 1976
4. Hadiah Mengarang Esai Mengenang 10 tahun Wafatnya Sastrawan Iwan Simatupang oleh BKKNI DKI Jakarta untuk esai yang berjudul Taman Iwan Simatupang, 1980
5. Hadiah Yayasan Buku Utama Depdikbud RI untuk kumpulan puisi anak-anak Cuaca di Atas Gunung dan Lembah, 1985
6. Hadiah Mengarang Esai dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1991
7. Hadiah Jurnalistik Pembangunan dari Departemen Penerangan atas Liputan di Perbatasan Kalimantan Indonesia dan Sarawak, Malaysia Timur, 1992
8. Hadiah Sayembara Cerita Film dari Departemen Penerangan RI atas cerita Wanita Konglomerat, 1996
9. Hadiah Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta atas novel Api Awan Asap, 1998
10. Hadiah Yayasan Buku Utama Depdikbud RI untuk cerita anak Manusia Langit, 1997
11. Hadiah Kaltim Post Award 2004 atas kesetiaan, dedikasi, dan prestasi di dunia sastra Indonesia selama lebih dari 30 tahun

Kutulis – Puisi Korrie Layun Rampan

Kutulis dalam senyum
Hari-hari yang ranum
Sekepal puisi cinta
Membantun sukma kehidupan

Kutulis dalam tangis
Hari-hari yang manis
Sekepal puisi cinta
Gairah dada remaja

Kutulis dalam tawa
Hari-hari berlumur duka
Sekepal puisi cinta
Melayah bicara

1973

Kumpulan Puisi Suara Kesunyian "Lagu Impian"


Z – Puisi Korrie Layun Rampan

Siapakah yang pulang dengan langkah masai
menyandang duka Adam yang pertama
mengempang arus sungai, membadung nasibnya?

Iakah itu pelancong tak bernama.
Menyusur semenanjung tenggara
istirah ke sini. Menawarkan senja dalam desau prahara
setelah lelah mengedangkan jaring nasib melawan bencana

Siapakah masih mengaliri aku, o, sungai derita
rakit-rakit sarat biduk-biduk dan tongkang, detak jantung luka
memeram musim memberat mengimpikan birahi pada pulungnya
lakah itu yang menggedor pintu dan jendela
malam-malam begini. Dukakah itu duka dunia
menyusur sungaiku yang terus mengaliri dasar jiwa

Siapakah yang pulang dengan langkah masai
menyandang duka Adam yang pertama
mengempang arus sungai, membadung nasibnya?

1974

Kumpulan Puisi Suara Kesunyian "Lagu Impian"


Bunga-bunga Daun Luruh
Korrie Layun Rampan

Bunga-bunga daun luruh
Halaman ditinggal adzan
jalanan senyap lubuk terpendam
Ke ujung tangisan

Suara menyapa dalam luruhan
Beranda sunyi menatap halaman
Apakah engkau apakah bosan
Yang setia berdiri di sisi kesepian

Bunga-bunga daun luruh
Halaman itu sunyi ditinggal diam
Pelangi mencium lubuk dan kolam
Kita pun di sini ngungun dalam gerimis duka jatuh
Menghitung-hitung sukma hari-had dekat dan jauh


1974

Kumpulan Puisi Suara Kesunyian "Lagu Impian"


Mahakam
Korrie Layun Rampan

Senja pun membenam dalam tragedi
Abad ini
jalan ini semakin sunyi
Tapi kita tak sampai-sampai juga

Angin dari relung itu
Semakin runcing
Dan menciptakan garis ungu

Haruskah ke arah lain jalan pantai
kita kawinkan sepi
Antara dua badai?!

Tualang panjang ini
Semakin jauh semakin lengang
Langkah pun lelah menapak juang

Lalu kelepak yang menjauh
Longsong itu
Tanggalan pun jatuh

Tinggallah gerimis renyai
Dan bait-bait sunyi
Ketika jam pun sampai
Menunjuk-nunjuk tempat sepi

1974

Kumpulan Puisi Suara Kesunyian "Lagu Impian"



Di Tengah Galau Riuh Abadi Ini

Aku terbanting atas lantai kehidupan
Karena beban seribu jalan
Sukmaku yang gelisah resah
Merangkai sajak tak tersua
Sementara tangan tegang kaku menyandang sunyi
Membusur panah ke jantung waktu
Cintaku yang perih dalam pusat pusaran segala rindu

Memang laut-Mu teramat dalam terduga segala cinta
Dataran lekang kemarau menunggu waktu demi waktu
Adakah kita mampu menyimak segala rahasia
Yang bermain antara gelap dan denyar cahaya?

Adalah semuanya berpulang kepada janji, kepada sunyi
Cinta yang memahat-mahat setiap bait abadi
Bagai hujan yang setia mencuci lantai bumi
Menyelesaikan sebait puisi

Aku terbanting di atas lantai kehidupan
Rebah di tengah galau riuh rendah abad ini
Dan luka-luka

1974

Kumpulan Puisi Suara Kesunyian "Lagu Impian"


Sumber : http://www.puisikita.co.cc

Minggu, 14 Oktober 2007

Aminuddin Rifai SS



Bernama pena Amien Wangsitalaja. Lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 19 Maret 1972, Pabelan, Surakarta. Sarjana Sastra alumnus Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Menulis puisi, cerpen, esai di berbagai media massa dan berbagai buku antologi, baik bersama maupun tunggal. Antologi esai bersama : :Begini Begini dan Begitu ( 1997), dan antologi puisi bersama, seperti Serayu ( 1995), Oase (1996), Fasisme (1996), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), Antologi Puisi Indonesia (1997), Tamansari (1998), Embun Tajalli (2000), Malam Bulan (2002), Bentara: Puisi Tak Pernah Pergi (2003), Mahaduka Aceh (2005), dan Ziarah Ombak (2005). Cerpennya masuk dalam antologi Bingkisan Petir (2005).Antologi puisi tunggalnya : Seperti Bidadari Aku Meminangmu Buyung (1995), Kitab Rajam (2001) dan Perawan Mencuri Tuhan (2004).Menulis kata pengantar buku Hujan Menulis Ayam kumpulan cerpen Sutardji Calzoum Bachri (Indonesiatera, Magelang, 2001), Surat Putih kumpulan puisi perempuan penyair Indonesia (Risalah Badai, Jakarta, 2001), Perjalanan Hati karya Ririe Rengganis (Logung Pustaka, Yogyakarta, 2004), Negeri Terluka kumpulan puisi perempuan penyair Indonesia (Risalah Badai, Jakarta, 2005).Diundang membaca puisi di TIM pada acara “Mimbar Penyair Abad 21” (1996), “Baca Puisi Tiga Kota” bersama Iverdixon Tinungki dan alm. Hamid Jabbar (2003), dan “Cakrawala Sastera Indonesia” (2005) .Menghadiri dan menjadi pembentang kertas kerja dalam pertemuan sasterawan antarnegara “Dialog Borneo-Kalimantan VIII” pada Juli 2005 di Sandakan, Sabah, Malaysia. Menjadi pemakalah dalam “Seminar Kritik Sastera” Pusat Bahasa Depdiknas pada September 2005 di Jakarta. Salah satu puisinya :

Makrifat Sungai

aku berkapal, sepagi tadi
sesiang ini
menyusuri sungai
dan kupastikan
bahwa aku tidak pernah
melupakanmu

dari dek ini
kutangkap aurat tepian
yang menjaga genit perawan
mandi berkain basah
berhati basah

amboi
aku kembali memastikan
bahwa syahwatku telah basah
oleh sebab mengintipmu
di sungai

Atk Sri Rahayu



Lahir di Boyolali, 28 November 1970. Pendidikan terakhirnya adalah Sarjana Bahasa dan Sastra Indonesia pada FKIP UNS Tahun 2004. sekarang ia bekerja sebagai guru di SMA Negeri 10 Samarinda, Jalan Pelita RT 25 Kelurahan Harapan Baru, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur Kode Pos 75132 Telepon (0641) 261828, Telepon/Fax. (0541) 261829. Pengalaman menulis: Antologi Puisi Perempuan Penyair Indonesia “Negeri Terluka” Surat Putih 3 Yang Diterbitkan Oleh Risalah Badai Jakarta Tahun 2005 dan Antologi cerpen 16 cerpenis Kaltim “Bingkisan Petir” yang diterbitkan oleh Matahari Yogyakarta Tahun 2005. Salah satu puisi:

Rindu Bercumbu Asa

Di sela bait kehidupan
Kutuang anggur putih di cawan-Mu
Di sela ketidakberdayaan
Kucoba menepis debu-debu biru
Yang membangkitkan kebutaan liar
Likat lumpur pun merembesi nadi

Beruntai gundah memapah
Cemah membias
Dendam terpendam
Cemburu membiru
Harga diri berlari
Luka hati terpagut mati
Nestapa menyapa
Berselimut dengan kerontang temulang jiwa
Meronta
Di dekap kehangatan maya
Tak bergeming di lingkaran tak setetes pun ada

Samarinda, September 2005

Kovy Fahran


Memiliki nama lahir Darkuni. Lahir di Banjarmasin, 17 Agustus 1960. Mulai menulis puisi dan fiksi tahun 1978.Tulisannya dimuat diberbagai media massa baik daerah mau pun nasional. Bekerja sebagai wartawan tahun 1986 di Harian Dinamika Berita (Sekarang, Kalimantan Post) sebagai asisten redaktur merangkap pengasuh kolom seni budaya. Awal 1991 pindah ke Harian Kaltim Post (grup Jawa Post) di Samarinda dan bertugas di Kota Tenggarong, Kukar. Pada awal 2002 mengundurkan diri dari Kaltim Post. Selanjutnya dikontrak Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) mengisi sebuah halaman kontrak di Harian Samarinda Post sampai 2003. Juga dari 2002 dikontrak oleh DPRD Kukar dalam pembuatan tabloid dan di media itu menjadi pimpinan redaksi hingga sekarang. Kini konsentrasi menjalankan tugas sebagai pimpinan redaksi di Tabloid Garda DPRD Kukar sambil menuli puisi dan fiksi. Salah satu puisinya :

Untuk Mim

Rasa itu, Mim-bukan bayang
Seperti angin yang dapat dirasa tak ada wujud
Ia nyata seperti yang kumaknakan lewat sentuhan
Bukan hanya menyatu raga semata
Jiwamu dan jiwaku tak berjarak
Diputaran pundak waktu yang mulai terbungkuk
Ya, Mim.
Usahlah meramu rasa sebatas badani
Di ujung waktu tersisa milik kita ini
Kau sepertinya membunuh kegairahan
Begitu bukti persentuhan ke-25 tahun
Gelegak kemudian diketuaan kita kau abaikan
Rohanimu dan rohaniku dalam memagut sisa asmara
Sepertinya tinggal sentuhan badani yang di luarnya meraja sepi
Dan terwariskan pada dinding-dinding kamar goresan waktu

(Mim, jangan kau bekukan gairah
Ia adalah bahasa kalbu
Dan hidup di jiwa anak-anak kita)

Tgr/Bjm Des 2005

Miziansyah J


Lahir di Tanah Bangkang , Kandangan, 2 Juni 1957. Anggota Pusat Oleh Seni dan Komunikasi (Posko) La Bastari Kandangan Kalsel, tahun 1983 menjadi TKS BUTSI di Desa Bayur, Samarinda Ilir Kaltim, kemudian menjadi Guru SD 033 Samarinda Ilir. Menulis sejak tahun 1972 tetapi baru dipublisir sejak tahun 1980, antara lain Banjarnasin Post, Dinamika, Sampe, Mimbar Masyarakat, Manuntung, Suara Kaltim, Warna Suara, Merdeka, Pelita, dan RRI Nusantara III Banjarmasin. Antologi puisinya antara lain : Tanah Yang Terbatas (1982) dan Rumah Kecil (1984), bersama yang memuat puisinya antara lain Dahaga Banjarmasin Post (1981), dan Palangsaran (1982). Antologi cerpen bersama, Cerpenis Kaltim (Bingkisan Petir, Editor Korrie Layun Rampan, 2005). Tahun 1982 merupakan salah satu peserta Forum Penyair Muda 8 Kota Banjarmasin. Salah satu puisinya :

Situasi Negeriku

Jalan pentas yang membentangkan kedamaian
Menghapus kebebasan
Liku-liku titianpun telah memanusiakan manusia
Negeri seberang yang senantiasa basah melumuri kebuasan
Dulu digenangi telaga berdarah dingin
Kini negeriku negeri seberang tersibak selaput
kejahilan. Warna kemarau langitnya
mulai memancarkan sinar

Ada kabar yang harus dibakar
Biar abunya keseantero
Tentang negeri ini, negeri homo, homimi, lupus
Namun : Kabar itu kabar ujaran
Kabar itu kabar burung
Kabar itu kabar bohong

Negeri ini memang rimba
Tapi tiada duri derita
Negeri ini semak belukar
Tapi tiada undang getaran lapar

Di seberang anak negeri menyusun langkah
eksodus anak negeri menuju lembah kehidupan
Disini ketitir balam bersahutan
pertanda pergantian zaman
Tersulap tanah hamparan
menjadi harapan nan berkah
Burung balam ketitiran
Burung rangkong berlintasan
Pertanda musim kemakmuran

Samarinda, 2005

Shantined


Lahir di Yogyakarta, 21 Oktober 1972, saat ini tinggal dan bekerja di Balikpapan, Kalimantan Timur. Mulai senang membuat sajak dan cerpen sejak usia 9 tahun. Beberapa kali memenangkan lomba penulisan cerpen dan puisi semasa sekolah di Yogyakarta. Setelah “mati suri” selama beberapa tahun, akhirnya aktif lagi di dunia sastra dengan mulai mempublikasikan beberapa karyanya ke dalam buku antologi bersama puisi dan cerpen. Antara lain di: Dian Sastro For President #3 ( puisi ), Surat putih 3 , Antologi penyair perempuan ( puisi ), Perkawinan Batu , DKJ (puisi), dan Bingkisan Petir, Jaring Penulis Kaltim ( cerpen). Aktif bergiat di Jaring Penulis Kaltim ( JPK ) dan milis milis sastra dan membentuk komunitas sastra di Balikpapan dengan menghimpun grup kongkow kongkow seniman di cafĂ© Bandar Balikpapan setiap sabtu sore. Salah satu puisinya :

Di Kamar 308

( I )

Hening
Hanya lamat lamat suara lambung
Dan dzikir terselubung
Oleh amuk enzim
Yang bah di tubuhku

Ini kota asing
Kenapa musti disini?

Lalu aku teringat pulang
Betapa harum pesing anakku diranjang
Dan alangkah nikmat segala pekerjaan rumah

( II )

petang
matahari sembunyi di kolong lemari
dan bulan tiada benderang

tidurku memang lelap
tapi hati masih begadang

ceritakan padaku
dengan apakah aku akan pulang
nuju rumahMu?

( III)

kerinyit , desah, dan erangku
barangkali tertangkap kameraMu
tapi lihatlah, dengarlah
aku juga masih mengucap syukur
dibalik kemalanganku

gelimang sinar yang tumpah
saat keluar dari pintu
menyiram mukaku
menyiram sujudku
di sajadah yang kasat mata

telah kurasa duka musafir
kurasa manfaat muhabbat
dan kuamini doa sahabat
ditengah sakit

Samarinda, 11 Desember 2005
Di RS H Darjat , kamar 308